Selasa, 08 Juni 2010

Strategi dan Kebijakan Sanitasi Kota

VISI DAN MISI SANITASI KOTA


Visi:


“Terselenggaranya sanitasi kota yang efektif, berkualitas dan berkesinambungan menuju kota Pekanbaru sehat dengan melibatkan peran serta masyarakat dan tata-kelola yang baik”


Misi:

  1. Meningkatkan layanan prasarana dan sarana sanitasi kota sesuai dengan standar pelayanan minimal yang telah ditentukan, serta biaya yang terjangkau dan aman bagi lingkungan dan kesehatan
  2. Meningkatkan peran serta masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha
  3. Meningkatkan tata kelola sanitasi kota efisien, efektif, cepat dan transparan


TUJUAN DAN TARGET PEMBANGUNAN SANITASI KOTA


Tujuan:

  1. Tersedianya perencanaan sektor sanitasi yang terpadu dan menyeluruh dan merupakan komitmen bersama bagi terselenggaranya tata kelola sanitasi yang baik dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha,
  2. Terselenggaranya pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana sektor sanitasi yang berkualitas secara bertahap, sinambung dan konsisten, baik di tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan maupun kota.
  3. Terselenggaranya pemanfaatan dan pemeliharaan prasarana dan sarana sanitasi yang telah dibangun secara swadaya dan mandiri
  4. Meningkatnya partisipasi masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha dalam mempercepat pembangunan sektor sanitasi
  5. Meningkatnya kinerja dan tata kelola sanitasi yang didukung oleh kelembagaan, SDM, peraturan perundangan, dan pembiayaan.

Target:


(1) Pengelolaan Air Limbah Domestik:

  • Menghilangkan kebiasaan BAB di sembarang tempat (No BABS)
  • Menyediakan MCK bagi masyarakat yang belum terlayani atau rawan sanitasi
  • Meningkatkan akses dan tingkat pelayanan sanitasi, terutama bagi penduduk berpendapatan rendah, kawasan perumahan padat dan rawan sanitasi
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas septiktank, menghindari salah disain, kebocoran (leak),dll.
  • Meningkatkan kedisiplinan warga dalam pengurasan septiktank secara reguler
  • Meningkatkan jumlah dan kualitas armada truk pengangkut lumpur tinja
  • Meningkatkan kinerja IPLT Muara Fajar dan penambahan IPLT baru di beberapa lokasi baru di pinggiran kota

(2) Pengelolaan Persampahan

  • Meningkatkan kedisiplian warga untuk melakukan 3R dan komposting
  • Meningkatkan volume sampah terangkut
  • Meningkatkan jumlah dan kualitas Tempat Pembuangan Sampah Sementara
  • Meningkatkan tingkat pelayanan dan area yang dapat dilayani
  • Meningkatkan jumlah dan kualitas armada pengangkutan sampah
  • Meningkatkan TPA Muara Fajar menjadi sanitary landfill

(3) Penataan Sistem Drainase Lingkungan

  • Meningkatnya resapan air ke dalam tanah, melalui lubang-lubang biopori, sumur resapan, dan parit resapan.
  • Meningkatkan luasan kolam-kolam penampungan air, waduk-waduk, dan sejenisnya
  • Memperbaiki kondisi saluran drainase dan sarana pendukungnya (pintu-pintu air, pompa-pompa, dll).

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SANITASI KOTA


Kebijakan pembangunan sanitasi kota Pekanbaru mencakup upaya:

  1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengelolaan sanitasi yang terpadu, berkelanjutan dan didukung oleh berbagai pihak.
  2. Meningkatkan kebutuhan layanan prasarana dan sarana sanitasi yang baik dan sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan permukiman dan sosial-budaya
  3. Meningkatkan kemampuan penyediaan layanan untuk memenuhi kebutuhan sanitasi
Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Pada tahap awal sangat dibutuhkan upaya untuk membangun iklim yang kondusif melalui tata kelola sanitasi yang baik, khususnya melalui penguatan kelembagaan dan komitmen dari SDM yang terlibat, pembenahan peraturan perundangan, adanya dukungan anggaran Pemerintah sebagai pemicu (trigger) bagi pengembangan sanitasi jangka panjang.

Dengan adanya iklim sanitasi yang kondusif tersebut, dan kemudian diikuti dengan sosialisasi dan edukasi yang tepat kepada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kebutuhan (demand) terhadap pelayanan prasarana dan sarana sanitasi yang baik dan aman bagi lingkungan. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya pihak-pihak penyedia produk dan jasa layanan sanitasi (supply), seperti jasa perencanaan, jasa pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja, jasa pengangkutan sampah, usaha komposting, kontraktor septiktank dan IPAL, biofil dan bor biopori, dll. Bila kerjasama tiga komponen ini berlangsung dengan baik maka permasalahan sanitasi dapat segera diatasi.


Beberapa faktor penting yang sangat menentukan dalam implementasi Strategi Sanitasi ini adalah:

  • Pemasaran sanitasi dan peningkatan peran-serta masyarakat
  • Penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas
  • Pengembangan berbagai alternatif sumber pendanaan, misalnya melalui meso-financing, kerjasama dengan lembaga donor luar negeri, dll.
  • Peningkatan peran-serta dunia usaha, misalnya melalui kerangka kerjasama Kemitraan Pemerintah dan Swasta
  • Sistem informasi dalam rangka mendukung perencanaan, operasi dan pemeliharaan, monitoring dan evaluasi

Permasalahan Sanitasi dan Tantangan Kota Pekanbaru

PENDAHULUAN


Pekanbaru merupakan Ibukota Propinsi Riau dengan luas wilayah sekitar 632,26 Km2. Jumlah penduduk sekitar 800.000 jiwa (tahun 2008) meningkat dari 586.000 jiwa (tahun 2000). Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 4% per tahun. Diproyeksikan jumlah penduduk akan meningkat menjadi 1,1 juta (tahun 2015) dan 1,5 juta (tahun 2026). Kepadatan penduduk yang tertinggi terutama di kecamatan-kecamatan di pusat kota (Pekanbaru Kota dan Sukajadi), dan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penduduk di kawasan pemukiman baru (Tampan, Marpoyan Damai, Tenayan Raya, dll).


Peningkatan penduduk dan pemukiman yang pesat ini membutuhkan dukungan sarana dan prasarana dasar, khususnya air bersih dan sanitasi. Penyediaan sarana dan prasarana sanitasi yang memadai merupakan suatu prasyarat bagi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Namun demikian dalam pelaksanaannya masih sering ditemukan kendala dan permasalahan, utamanya disebabkan oleh:

  • Perencanaan sanitasi masih relatif parsial dan sektoral, kurang terintegrasi antar subsektor air limbah, persampahan, dan drainase.
  • Koordinasi dan kinerja antar pihak-pihak yang berkepentingan dengan sanitasi masih belum terpadu;
  • Tingkat kesadaran dan kepatuhan terhadap peraturan yang terkait sanitasi masih relatif rendah, dan kurang tegasnya sanksi atas pelanggaran tersebut;
  • Keterbatasan anggaran dan investasi; sektor sanitasi masih belum menjadi skala prioritas
  • Investasi sektor swasta masih terbatas, karena masih dinilai kurang layak
  • Partisipasi swasta masih relatif terbatas, karena kurangnya sosialisasi dan edukasi

Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK) Pekanbaru. SSK merupakan suatu dokumen perencanaan yang berisi arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan sanitasi secara terpadu, menyeluruh, dan jangka panjang. SSK merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi kota, strategi, rencana tata ruang, dan program pembangunan Kota Pekanbaru. SSK juga menampung masukan masyarakat yang diperoleh melalui wawancara, rapat & workshop, dan selama pelaksanaan proyek percontohan yang berbasis masyarakat (community-based sanitation).


Strategi Sanitasi Kota (SSK) Pekanbaru berisikan visi dan misi sanitasi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program pembangunan sektor sanitasi (2010 – 2026). Ruang lingkup SSK mencakup sistem pengelolaan air limbah domestik, persampahan dan drainase lingkungan, dengan mempertimbangkan aspek teknis dan kualitas pelayanan, pengembangan kelembagaan, penegakan hukum dan peraturan, pengembangan sistem pendanaan, peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha.



PERMASALAHAN SANITASI KOTA PEKANBARU


Permasalahan dalam pengelolaan sanitasi kota dapat dilihat dari berbagai perspektif, yaitu aspek teknis dan tingkat pelayanan, kelembagaan, pendanaan, peraturan dan partisipasi masyarakat.


Permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik (waste water) antara lain adalah:

  • Pelayanan air limbah perkotaan melalui sistem perpipaan (off-site system) belum tersedia di Kota Pekanbaru. Saat ini sistem perpipaan skala komunal baru dilaksanakan dalam bentuk Proyek Percontohan di Kelurahan Sukamulya.
  • Penduduk kota umumnya menggunakan jamban, baik jamban pribadi maupun umum. Namun demikian masih perlu dikaji / disurvei lebih lanjut mengenai tingkat keamanannya terhadap air tanah, kesehatan dan lingkungan.
  • Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat (on-site system) masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan, baik dari segi mutu bahan, tingkat kebocoran, dll.
  • Masih rendahnya skala prioritas penanganan air limbah domestik, dan masih terbatasnya anggaran yang tersedia.
  • Pembuangan air limbah rumah tangga, terutama air bekas cuci dan dapur, masih menyatu dengan saluran / drainase air hujan.

Permasalahan dalam pengelolaan persampahan:

  • Sampah organik dan non-organik masih dibuang dalam satu tempat. Pelaksanaan program pemilahan sampah masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
  • Produksi sampah masih lebih besar daripada sampah yang terangkut. Program 3R merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.
  • Jarak angkut yang relatif jauh ke lokasi TPA Muara Fajar (sekitar 20 Km)
  • Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap iuran dan waktu (timing) pembuangan sampah, serta masih perlunya penegakan larangan pembuangan sampah sembarangan (ke saluran air, tanah kosong atau sungai).

Permasalahan dalam pengendalian banjir dan genangan:

  • Masih banyaknya wilayah genangan air
  • Banjir tahunan masih terus terjadi terutama di daerah pinggiran Sungai Siak dan anak-anak sungainya
  • Drainase yang ada masih belum berfungsi secara optimal
  • Semakin berkurangnya areal hijau yang berfungsi sebagai peresapan air. Sosialisasi dan implementasi pembuatan sumur resapan, lubang biopori, dll perlu lebih diintensiftkan.

Permasalahan tata kelola sanitasi, kelembagaan dan SDM:

  • Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang di perlukan dalam pengelolaan Sanitasi, khususnya untuk sistem air limbah domestik
  • Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan sanitasi
  • Kapasitas sumber daya manusia yang terkait dalam pengelolaan sanitasi masih terbatas

Permasalahan kelangkaan dana serta tingginya biaya pembangunan dan O&M:

  • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sanitasi (air limbah, drainase dan persampahan) mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, baik dalam operasional dan pemeliharaan diantaranya disebabkan oleh rendahnya tarif layanan serta tingginya biaya investasi dalam penyelenggaraan terutama dalam sistem air limbah
  • Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang Air Limbah permukiman karena rendahnya tingkat pemulihan biaya investasi (cost recovery)
  • Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk investasi pengembangan air limbah, khususnya untuk pembangunan sistem perpipaan (off-site).
  • Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat dan sumber-sumber lainnya seperti meso-financing.
  • Masih kurang memanfaatkan pinjaman atau bantuan luar negeri untuk membiayai sektor sanitasi; salah satu faktor penuyebabnya adalah banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kota untuk memperoleh bantuan tersebut..

Permasalahan peran-serta masyarakat dalam pengelolaan sanitasi:

  • Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan Sanitasi (air Limbah, drainase, persampahan dan sebagainya
  • Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem air limbah domestik yang berbasis masyarakat
  • Kurang memadainya sosialisasi, informasi dan edukasi mengenal pentingnya pengelolaan air limbah domestik, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah atau bertempat tinggal di kawasan padat, kumuh, dan rawan banjir.
  • Rendahnya koordinasi antar Instansi terkait dalam menggerakkan peran dan partisipasi masyarakat
  • Masih rendahnya kesadaran masyarkat dalam pemeliharaan saluran drainase dan sarana TPS yang tersedia maupun yang akan disediakan.


TANTANGAN SANITASI KOTA PEKANBARU TAHUN 2010 - 2026


Beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh Pemerintah dan masyarakat Kota Pekanbaru di sektor sanitasi di antaranya adalah:

  1. Pertumbuhan penduduk dan tingkat urbanisasi yang tinggi. Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Pekanbaru sebesar 800.000 jiwa dan pada tahun 2026 diperkirakan akan meningkat menjadi 1,5 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk yang relatif besar ini tentunya harus diikuiti dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk di dalamnya sanitasi.
  2. Saat ini cakupan dan tingkat pelayanan sanitasi masih rendah. Hal ini merupakan faktor penyebab masih tingginya angka penyakit terkait air (waterborne disease), dan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan permukiman, kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum. DI masa mendatang, adalah bagaimana mengejar ketertinggalan yang ada dan sekaligus memenuhi kebutuhan baru sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk.
  3. Adanya target-target jangka menengah dan panjang yang harus dicapai oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, utamanya :
  • Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM), yaitu tidak adanya lagi pembuangan tinja secara terbuka (open defecation free)
  • Target Millenium Development Goals (MDG’S) yaitu terlayaninya 50% masyarakat yang belum mendapatkan akses air limbah sampai dengan tahun 2015
  • Percepatan pembangunan sektor sanitasi menuntut ketersedian pendanaan yang memadai di tengah keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah. Oleh sebab itu perlu dikembangkan alternatif pendanaan lainnya, seperti meso-financing, kerjasama dengan lembaga-lembaga donor luar negeri, dan kerjasama dengan dunia usaha.
  • Percepatan pembangunan sektor sanitasi juga harus didukung oleh tata kelola sanitasi yang baik, efisien dan efektif, da
  • Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan, teknologi yang tepat guna dan aman bagi lingkungan.

Program Pembangunan Sanitasi Kota Pekanbaru

LATAR BELAKANG


Situasi Sanitasi di Indonesia


Saat ini masalah sanitasi masih belum dijadikan prioritas pembangunan oleh para pengambil keputusan. Hal ini tampak dari minimnya alokasi anggaran untuk sektor tersebut. Hal ini menyebabkan sektor sanitasi di Indonesia sampai sekarang masih terhitung buruk. Tahun 2002, anggaran sanitasi hanya 1,8% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara rata-rata APBD Propinsi 3,3% dan APBD Kabupaten/Kota 5,7%. Pemerintah masih menganggap masalah sanitasi adalah tanggung jawab individu bukan investasi publik.


BAPPENAS memperkirakan hanya 10 Kota yang memiliki fasilitas air limbah terpusat, 62,29% penduduk Kota dan 24,37% di desa membuang tinja ke jamban dengan septiktank. Tahun 2004, 41,25% penduduk di Kota dan 1,49% di desa sampahnya diangkut oleh petugas. Rumah tangga dengan drainase lancar 57,18%. Hal ini menyebabkan sering ada kejadian luar biasa penyakit, seperti diare dan sering terjadi banjir.


Departemen Pekerjaan Umum memperkirakan sekitar 22% penduduk Indonesia belum mempunyai jamban. Penggunaan sarana pengolah limbah tinja dengan septiktank juga rendah, hanya 40% di perkotaan dan 20% di perdesaan. Selain itu Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di berbagai Kota banyak yang tidak berfungsi. Beberapa hal yang menjadi penyebab utamanya adalah:

  • Akses dan kualitas pengelolaan yang rendah
  • Kelembagaan yang belum efektif
  • Belum lengkapnya perundang-undangan yang ada
  • Terbatasnya kapasitas pendanaan pembangunan di daerah
  • Masih rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan
  • Masih rendahnya minat swasta untuk berinvestasi di sektor sanitasi

Berdasarkan prediksi Departemen Pekerjaan Umum diperkirakan Indonesia memproduksi sekitar 5,6 juta ton tinja per hari yang sebagian besar pembuangannya masih dilakukan ke sungai atau mempergunakan sumur galian yang tidak memenuhi persyaratan sehingga mencemari air tanah yang mengakibatkan 13 ribu balita terkena diare setiap harinya. Cara pembuangan yang salah ini telah menyebabkan pencemaran air tanah telah berada di ambang kritis, khususnya di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.



Situasi Sanitasi di Kota Pekanbaru


Jumlah penduduk Kota Pekanbaru pada tahun 2000 sebesar 586.223 jiwa dan pada tahun 2005 telah meningkat menjadi sebesar 716.492 jiwa, atau rata-rata meningkat sebesar 4,10% pertahun. Lonjakan perkembangan penduduk yang relatif besar terjadi pada periode tahun 2001 – 2004 yaitu antara 4 – 5% per tahun. Perkembangan penduduk ini membawa dampak serius pada meningkatnya kebutuhan akan pelayanan air bersih dan sanitasi yang mencukupi, berkualitas dan berkesinambungan.


Saat ini Kota Pekanbaru belum memiliki fasilitas air limbah terpusat (off-site), semuanya masih bersifat on-site. Sebagian besar penduduk Kota menggunakan jamban pribadi, dan hanya sebagian kecil saja yang menggunakan jamban bersama dan jamban umum. Untuk pengangkutan air limbah menggunakan truk yang dikelola oleh Dinas Kebersihan bersama-sama dengan Perusahaan Daerah dan pihak swasta. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) saat ini sudah selesai diperbaiki dan akan segera diserah-terimakan dengan Pemko Pekanbaru.


Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru memperkirakan produksi sampah sekitar 459 ton per hari, namun yang dapat terangkut hanya sekitar 160 ton per hari. Tingkat pelayanan sampah baru mencapai 36%. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adalah keterbatasan SDM dan peralatan, teknis operasional yang masih tradisional mengikuti perilaku masyarakat, dan keterbatasan dana.


Kondisi sanitasi dan lingkungan yang buruk merupakan salah satu pemicu meningkatnya jumlah penderita diare, demam berdarah, dan malaria. Hal ini tentunya akan semakin membebani masyarakat, khususnya mereka yang tinggal pada perumahan yang padat dan tanpa sarana sanitasi yang memadai, dan mereka umumnya berpendapatan rendah.

Di sisi lain kondisi saluran drainase yang kurang baik merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir dan genangan di Kota Pekanbaru. Kondisi ini dikhawatirkan semakin memburuk karena banyaknya saluran yang rusak dan kurang berfungsi, menumpuknya sampah di saluran drainase, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan saluran dan lingkungan pemukiman mereka.



Program Pengembangan Sanitasi Terpadu


Penanganan masalah sanitasi saat ini diakui masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan prasarana dan sarana lainnya, seperti air bersih, pelistrikan, jaringan jalan, atau telekomunikasi. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, sekaligus untuk memberikan pelayanan air bersih dan sanitasi yang baik kepada penduduk Kota dan desa sebagaimana yang telah ditentukan dalam MDG (millenium development goals) dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJP dan RPJM) maka dibutuhkan suatu strategi dan perencanaan yang komprehensif dan operasional, baik di tingkat pusat, propinsi maupun Kota.


Saat ini BAPPENAS sedang mengembangkan strategi nasional dan program sanitasi (Indonesian Sanitation Sector Development Program, ISSDP) di 6 Kota, yaitu Payakumbuh, Jambi, Surakarta, Denpasar, Banjarmasin, dan Blitar. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di antaranya pemetaan sanitasi (mapping), diskusi dengan pemerintah dan warga setempat, pengembangan kelembagaan sanitasi (Pokja), penyusunan Buku Putih Sanitasi (white book), penyusunan strategi sanitasi,


Beberapa program pengembangan sanitasi lainnya di antaranya yang saat ini sedang berlangsung di antaranya PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), SANIMAS, dll. Pelaksanaan program juga memperoleh bantuan dari sejumlah lembaga dan donor internasional seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), USAID, Pemerintah Belanda, dll.


Dengan adanya berbagai program tersebut di atas diharapkan kondisi sanitasi di sejumlah Kota di Indonesia akan semakin baik, minimal dapat memenuhi target yang telah ditetapkan:

  • Menurunkan sampai separuh proporsi masyarakat miskin yang tidak terlayani sanitasi pada tahun 2015 (MDG).
  • Menghilangkan kebiasaan mberhentikan buang air besar (BAB) ditempat terbuka pada akhir tahun 2014..
  • Menurunkan sampai dengan 50% polusi air permukaan yang diakibatkan oleh limbah manusia pada tahun 2009, dan meningkatkan penggunaan IPAL dan IPLT minimal sampai dengan 60% dari kapasitas (Rencana Aksi Nasional).


PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI KOTA PEKANBARU


Tujuan dan Sasaran Program


Tujuan Program Pengembangan Sanitasi Kota ini adalah untuk meningkatkan kualitas, dan kontinuitas dan tingkat pelayanan sanitasi dan kesehatan lingkungan pemukiman secara bertahap.


Sasaran program adalah:

  • Melakukan identifikasi kondisi dan permasalahan sanitasi kota
  • Menyusun Strategi Sanitasi Kota Pekanbaru
  • Menyusun Rencana Sanitasi Kota Pekanbaru
  • Melaksanakan proyek percontohan sanitasi (pilot project)
  • Melaksanakan pengembangan kelembagaan.
  • Melaksanakan kampanye publik tentang sanitasi.

Kelompok sasaran dari proyek sanitasi ini adalah masyarakat berpendapatan rendah dan yang bertempat tinggal di kawasan padat dan kumuh, dan mempunyai kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan yang buruk.


Program sanitasi di Kota Pekanbaru diprioritaskan pada perbaikan dan pengembangan:

  • Sistem pengelolaan air limbah domestik atau rumah tangga dengan tujuan utama untuk mengurangi kebiasaan BAB di sembarang tempat, perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di lingkungan perumahan baik sistem on-site (setempat) mapun off-site (IPAL komunal atau perpipaan).
  • Sistem pengelolaan persampahan dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pengurangan timbulan sampah (reduce), pemilhan sampah di rumah tangga dan / atau di TPS, pemanfaatkan kembali dan daur ulang sampah (reuse & recycle), serta perbaikan sarana dan prasarana persampahan (TPS, armada angkutan, dll)
  • Sistem drainase lingkungan dengan tujuan menghindari terjadinya pendangkalan dan pencemaran air di saluran / sungai melalui kegiatan pembersihan saluran (cleaning), perbaikan sistem drainase, dll.
  • Perbaikan sistem tata kelola sanitasi yang meliputi peningkatan kemampuan kelembagaan sanitasi, penegakan peraturan / hukum yang berlaku, pendanaan yang memadai, dan pengembangan sistem informasi.
  • Peningkatan partisipasi masyarakat melalui sosialisasi dan kampanye publik.


PELAKSANAAN PROGRAM SANITASI KOTA


Pelaksanaan pekerjaan ini dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

  • Membentuk Kelompok Kerja (POKJA) Sanitasi Kota yang terdiri dari berbagai dinas / instansi yang terkait dengan kegiatan sanitasi. POKJA Sanitasi ini ditetapkan melalui SK Walikota, dan diharapkan dapat menjadi mitra selama pelaksanaan Program Pembangunan Sanitasi Kota (tahun 2007 – 2009). Tim Pokja Sanitasi yang terdiri dari sejumlah dinas/instansi yang terkait dengan kegiatan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan sanitasi, seperti BAPPEDA, Kantor Lingkungan Hidup (dulu BAPEDALDA), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kesehatan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota. Selama proses penyusunan SSK dan RSK, Tim Konsultan akan bekerja sama dengan Kelompok Kerja Sanitasi (Pokja).
  • Melakukan identifikasi kondisi dan permasalahan sanitasi dari berbagai aspek (teknis, kelembagaan, peraturan, pendanaan dan partisipasi masyarakat) Hasil identifikasi ini kemudian menjadi dasar bagi penyusunan draft Strategi Sanitasi Kota.
  • Mengembangkan berbagai opsi (pilihan) perbaikan sarana dan prasarana sanitasi kota yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa ujicoba atau Proyek Percontohan. Hasil yang diperoleh dari ujicoba ini merupakan masukan bagi SSK dan RSK.
  • Menyusun menyusun "draft" Strategi Sanitasi Kota (SSK) sebagai arahan pengembangan, kebijakn dan strategi sanitasi, serta program-program pembangunan.
  • Menyusun "draft" Rencana Sanitasi Kota (RSK) sebagai tindak-lanjut dari SSK yang telah disusun, khususnya di bidang pengelolaan air limbah domestik, persampahan, dan drainase lingkungan
  • Workshop Sanitasi Kota sebagai forum diskusi dan pembahasan SSK dan RSK. Dari hasil workshop tersebut kemudian akan dilakukan penyempurnaan SSK dan RSK. Tahap kedua pelaksanaan ujicoba (pilot project)
  • Penyempurnaan dan finalisasi SSK dan RSK

Tahap selanjutnya adalah implementasi SSK dan RSK di seluruh wilayah kota secara bertahap yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru bersama-sama dengan masyarakat setempat, tentunya dengan dukungan dari Pemerintah Pusat dan Propinsi Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan di seluruh wilayah Kota



PENYUSUNAN STRATEGI SANITASI KOTA PEKANBARU


Kegiatan penyusunan draft Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan Rencana Sanitasi Kota (RSK) beserta dokumen pendukungnya ini mencakup:

  • Survei dan identifikasi permasalahan sanitasi yang mencakup survei instansi, survei fisik dan prasarana sanitasi, survei sosial dan ekonomi. Selain itu juga diadakan wawanara dan diskusi dengan pimpinan dinas/instansi terkait, pemuka masyarakat, dan dunia usaha.
  • Penyusunan Buku Kondisi dan Situasi Permasalahan Sanitasi Kota Pekanbaru (White Book). White Book ini mengkaji aspek kebijakan pembangunan Kota, kondisi fisik dan lingkungan, kondisi sosial dan ekonomi, kondisi sarana dan prasarana sanitasi (persampahan, air limbah, drainase), dan sistem tata kelola sanitasi.. dan air bersih.
  • Penyusunan sStrategi dan rRencana pengembangan sSanitasi kKota yang mencakup rencana pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan drainase lingkungan. Juga rencana pengembangan masyarakat dan tata kelola sanitasi di Kota Pekanbaru., kampanye publik, dan pengembangan kelembagaan, serta proyeksi kebutuhan biaya pembangunan.
  • Dokumentasi Pilot Project, mencakup pengalaman dan pelajaran yang diperoleh selama pelaksanaan proyek-proyek percontohan (lesson learn) yang dapat menjadi referensi bagi pengembangan lebih lanjut.
  • Dokumentasi Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standar Sanitasi mencakup referensi untuk perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana sanitasi, baik yang dilakukan oleh dinas / instansi maupun masyarakat

Pemilihan lokasi proyek percontohan (pilot project) yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan, studi data sekunder, dll. Proses pemilihan menggunakan pendekatan MCA (multi criteria analysis), dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti : kepadatan penduduk, kondisi sosial dan ekonomi, kondisi sanitasi setempat, tingkat partisipasi masyarakat, dll. Pilot project ini pada dasarnya untuk menguji (testing) dari komponen fisik pada kawasan terbatas.


Berdasarkan pengalaman dari Pilot Project serta masukan-masukan yang diperoleh selama pelaksanaan proyek tersebut, kemudian disiapkan beberapa rekomendasi untuk penyempurnaan disain teknis agar lebih baik dan operasional. Hal ini merupakan masukan bagi penyempurnaan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan Rencana Sanitasi Kota (RSK) untuk Kota Pekanbaru.


Beberapa kegiatan yang dilakukan selama proses penyusunan SSK dan RSK di antaranya:

  • Rapat POKJA secara reguler (2 mingguan) yang dilakukan sejak awal proyek dan rapat-rapat insidensil tergantung pada kebutuhan.
  • Membentuk Tim Pokja Sanitasi yang terdiri dari sejumlah dinas/instansi yang terkait dengan kegiatan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan sanitasi, seperti BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota. Selama proses penyusunan SSK dan RSK, Tim Konsultan akan bekerja sama dengan Kelompok Kerja Sanitasi (Pokja).
  • Selama proses ini juga akan dilakukan sejumlah Workshop (Lokakarya) yang melibatkan berbagai dinas/instanasi untuk membahas hasil studi yang telah dihasilkan oleh Tim.
  • Guna meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap sanitasi dan kesehatan lingkungan perumahan, maka dalam proyek ini juga akan diadakan kampanye publik sanitasi.